Nama : Palupi Kusuma Wardhani
Kelas : 1KA33
Npm : 15110296
Materi : Ilmu Budaya Dasar
Kelompok : 4
Dosen : Ninuk Sekarsari
Kelas : 1KA33
Npm : 15110296
Materi : Ilmu Budaya Dasar
Kelompok : 4
Dosen : Ninuk Sekarsari
Kekalutan Mental
Penderitaan batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental. Secara lebih sederhana kekalutan mental adalah gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah laku secara kurang wajar. Gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah :
• nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung
• nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah
Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah :
• gangguan kejiwaan nampak pada gejala-gejala kehidupan si penderita bais jasmana maupun rokhani
• usaha mempertahankan diri dengan cara negative
• Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalam gangguan
Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental :
• Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna
• terjadinya konflik sosial budaya
• cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial
Proses kekalutan mental yang dialami seseorang mendorongnya kearah positif dan negative. Posotf; trauma jiwa yang dialami dijawab dengan baik sebgai usaha agar tetap survey dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajut, ataupun melakukan kegiatan yang positif setelah kejatuhan dalam hidupnya. Negatif; trauma yang dialami diperlarutkan sehingga yang bersangkutan mengalami fustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan.
Bentuk fustasi antara lain :
• agresi berupa kamarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadi hypertensi atau tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya
• regresi adalah kembali pada pola perilaku yang primitive atau kekanak-kanakan
• fiksasi; adalah peletakan pembatasan pada satu pola yang sama (tetap) misalnya dengan membisu
• proyeksi; merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negative kepada orang lain
• Identifikasi; adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya
• narsisme; adalah self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari paa orang lain
• autisme; ialah menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasinya sendiri yagn dapat menjurus ke sifat yang sinting.
• agresi berupa kamarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadi hypertensi atau tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya
• regresi adalah kembali pada pola perilaku yang primitive atau kekanak-kanakan
• fiksasi; adalah peletakan pembatasan pada satu pola yang sama (tetap) misalnya dengan membisu
• proyeksi; merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negative kepada orang lain
• Identifikasi; adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya
• narsisme; adalah self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari paa orang lain
• autisme; ialah menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasinya sendiri yagn dapat menjurus ke sifat yang sinting.
Apabila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut :
• Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
• Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan
• Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
• Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negative. Sikap negative misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, atau ingin bunuh diri. Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, mislanya anti kawain atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup, dan sebagainya. Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan. SIkap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti. Misalnya sifat anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa, dan lain-lain.
Case Study :
Kemiskinan ekstrem adalah sesuatu yang harus saya sebut sebagai ketololan. (Bono, personel band U2) Beberapa hari lalu media di Tanah Air ramai memberitakan peristiwa yang sempat menggemparkan Kota Bandung. Anik Koriah, seorang ibu, karena impitan ekonomi, tega membunuh tiga anaknya, Abdullah Faras
(6), Aulia Rahmatullah (4), dan Umar Nasrullah yang baru berumur 9 bulan.
Sekitar setahun terakhir ini kita sering ditunjukkan berbagai bentuk metamorfosis kemiskinan. Putus asa karena tidak lagi mempunyai biaya untuk mengobati anaknya yang sakit, seorang ibu di Jakarta terpaksa
mengambil jalan pintas, bunuh diri bersama kedua anaknya. Seorang ibu di Banyumas mengakhiri hidup dengan menceburkan diri ke Sungai Serayu beserta seorang anaknya yang balita. Juga seorang ibu eksodan Aceh di Semarang, ia tega membunuh anaknya dengan mencelupkan di air
mendidih. Dan banyak contoh tragis lain.
Contoh-contoh itu bukan untuk mendramatisir keadaan, tetapi mengingatkan kita, utamanya para penentu kebijakan, betapa kini kehidupan masyarakat kian menyesakkan. Untuk sekadar membeli makanan dan obat bagi anak yang sedang sakit, mereka tak mampu lagi. Kondisi kesulitan hidup dan kemiskinan seperti ini mengakibatkan makin banyak orang tidak dapat berpikir secara rasional lagi.
Jebakan kekurangan
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi deprivesi atas sumber pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan dasar. Menurut Robert Chamber (1983), inti kemiskinan
pada apa yang disebut jebakan kekurangan (deprivation trap). Jebakan kekurangan ini meliputi lima ketidakberuntungan, yaitu kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Kelimanya saling mengait, yang akhirnya menimbulkan jebakan kekurangan.
Kerentanan dan ketidakberdayaan menyebabkan keluarga miskin menjadi kian miskin. Kerentanan terlihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menyediakan sesuatu guna menghadapi situasi darurat, seperti
datangnya bencana alam atau penyakit. Kerentanan sering menimbulkan roda penggerak kemiskinan (poverty racket) yang menyebabkan keluarga miskin harus menjual hartanya.
Kekalutan mental
Semua bencana itu, ditambah kondisi perekonomian bangsa yang tak kunjung membaik, memicu peningkatan jumlah penderita kekalutan mental (mental disorder). Yaitu bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental
yang disebabkan kegagalan mekanisme adaptasi dari fungsi- fungsi kejiwaan terhadap stimuli eksternal dan ketegangan-ketegangan.
Ekspresi yang ditimbulkan dari kondisi itu antara lain konflik batin berkepanjangan, terputusnya komunikasi sosial dan disorientasi sosil yang menjurus tumpulnya jiwa (hebefrenic). Tak jarang para penderita
melakukan destruksi diri dan bunuh diri bersama orang yang mereka cintai.
Jika kebutuhan paling vital seperti makan, minum, tidur, pakaian,istirahat, dan lainnya tidak terpenuhi, ini akan mengakibatkan ancaman eksistensi diri. Timbullah aneka keguncangan dan gangguan mental dari taraf paling ringan sampai paling berat, misalnya psikosis (Kartini Kartono, 1981 : 269-305). Guna mengubah keadaan orang miskin ke arah lebih baik, harus diadakan perubahan tiga hal secara simultan. Pertama, penambahan resources, misalnya kesempatan kerja dan pendidikan. Kedua, perubahan struktur sosial masyarakat. Ketiga, perubahan subkultur masyarakat miskin itu (Valentine, 1968).
Pemberian akses kredit mikro kepada penduduk miskin diyakini amat berperan mengatasi akar kemiskinan. Hasil-hasil riset FAO, UNDP, dan Bank Dunia di beberapa negara, seperti India dan Banglades,
menunjukkan, akses kredit bagi kaum miskin amat signifikan memberdayakan warga yang dulu miskin. Pemberian bantuan yang sifatnya konsumtif dan instan semisal bantuan langsung tunai (BLT) perlu
dikaji ulang efektivitasnya. Perang terhadap kemiskinan akan berhasil jika semua elite politik
memiliki political will yang tinggi. Saatnya kemiskinan dijadikan musuh bersama dalam aksi nyata, bukan hanya dalam ramuan kata saat kampanye politik. Membiarkan kemiskinan menggerogoti masyarakat
adalah sebuah bentuk ketololan.
Opini saya tentang kasus tsb :
Terkadang kita sebagai manusia kurang rasa bersyukur kepada Allah SWT. Semua serba kekurangan atau merasa belum puas dengan apa yang sudah kita dapat. Untuk urusan dunia bisa kita lihat ke bawah karena masih ada diantara saudara kita yang masih hidup dibawah garis kemiskinan, dan untuk urusan akhirat bisa kita lihat orang-orang diatas kita yang selalu taat dan bersyukur atas segala nikmat yang telah kita dapat.